ATRESIA ESOFAGUS
Atresia
esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak menyambungnya
esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus dapat
terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana
terjadi persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea. Atresia Esofagus
meliputi kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas
esofagus dengan atau tanpa hubungan dengan trakhea. Pada 86% kasus
terdapat fistula trakhea oesophageal di distal, pada 7% kasus tanpa fistula
Sementara pada 4% kasus terdapat fistula tracheooesophageal tanpa atresia,
terjadi 1 dari 2500 kelahiran hidup. Bayi dengan Atresia Esofagus tidak mampu
untuk menelan saliva dan ditandai sengan jumlah saliva yang sangat banyak dan
membutuhkan suction berulangkali. Kemungkinan atresia semakin meningkat dengan
ditemukannya polihidramnion. Selang nasogastrik masih bisa dilewatkan
pada saat kelahiran semua bayi baru lahir dengan ibu polihidramnion sebagaimana
juga bayi dengan mukus berlebihan, segara setelah kelahiran untuk membuktikan
atau menyangkal diagnosa. Pada atresia esofagus selang tersebut tidak akan
lewat lebih dari 10 cm dari mulut (konfirmasi dengan Rongent dada dan
perut).
Angka
keselamatan berhubungan langsung terutama dengan berat badan lahir dan kelainan
jantung, angka keselamatan bisa mendekati 100%, sementara jika ditemukan
adanyan salah satu faktor resiko mengurangi angka keselamatan hingga 80%
dan bisa hingga 30-50 % jika ada dua faktor resiko. Atresia esophagus
merupakan kelainan kongenital yang cukup sering dengan insidensi rata-rata
sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup. Insidensi atresia esophagus
di Amerika Serikat 1 kasus setiap 3000 kelahiran hidup. Di dunia, insidensi
bervariasi dari 0,4-3,6 per 10.000 kelahiran hidup. Insidensi tertinggi
terdapat di Finlandia yaitu 1 kasus dalam 2500 kelahiran hidup. Masalah pada
atresia esophagus adalah ketidakmampuan untuk menelan, makan secara normal,
bahaya aspirasi termasuk karena saliva sendiri dan sekresi dari lambung.
A.
PENGERTIAN
ATRESIA ESOFAGUS
Esophageal atresia (atau atresia
esofagus) adalah suatu kondisi medis kongenital (lahir cacat) yang mempengaruhi
saluran pencernaan. Esophgeal atresia (EA) adalah berbagai cacat anatomi bawaan
yang disebabkan oleh abnormal perkembangan embriologis kerongkongan. Atau
atresia esophagus adalah kegagalan esophagus untuk membentuk saluran
kotinu dari faring ke lambung selama perkembangan embrionik adapun pengertian
lain yaitubila sebua segmen esoofagus mengalami gangguan dalam pertumbuhan nya(
congenital) dan tetap sebaga bagian tipis
tanpa lubang saluran. Fistula trakeo esophagus adalah hubungan abnormal
antara trakeo dan esofagus . Dua kondisi ini biasanya terjadi bersamaan, dan
mungkin disertai oleh anomaly lain seperti penyakit jantung congenital. Untuk
alas an yang tidak diketahui esophagus dan trakea gagal untuk
berdeferensiasi dengan tepat selama gestasi pada minggu keempat dan kelima.
A.
JENIS-JENIS
ATRESIA ESOFAGUS
Klasifikasi
asli oleh Vogt tahun (1912) masih digunakan sampai saat ini. Gross pada tahun
1953 memodifikasi klasifikasi tersebut, sementara Kulth 1976 menerbitkan “Atlas
Atresia Esofagus” yang terdiri dari 10 tipe utama, dengan masng-masing subtipe
yang dlaksanakan pada klasifikasi asli dan Vogt. Hal ini terlihat lebih mudah
mengambarkan kelainan anatomi dibandingkan memberi label yang sulit untuk
dikenali adapun klasifikasi atresia eshopagus menurut voght adalah :
1. Atresia
Eshopagus dengan fistula traekeosofagus distal
merupakan gambaran yang paling sering pada proksimal esofagus, terjadi dilastasi dan penebalan dinding otot berujung pada mediastinum superior setinggi vetebrathoracal.
merupakan gambaran yang paling sering pada proksimal esofagus, terjadi dilastasi dan penebalan dinding otot berujung pada mediastinum superior setinggi vetebrathoracal.
2. Atresia
Esophagus terisolasi tanpa Fistula
Esofagus distal tidak
berhubungan dengan segmen esofagus proksimal, dilatasi dan dinding menebal,
biasanya setinggi mediastinum posterior sekitar veterbra thorakhalis.
3. Fistula
Trakheosofagus tanpa atresia
Terdapat hubungan
seperti fistula antara esofagus yang secara anatomi cukup sama dengan trakhea.
Traktus yang seperti fistula ini biasa sangat tipis dengan diameter 3-5mm dan
umumnya berlokasi pada daerah servikal paling bawah.
4. Atresia
esofagus dengan fistula trakheoesofagus proksimal
Kelainan yang jarang
ditemukan namun perlu dibedakan dari jenis terisolasi. Fistula tidak berada
pada ujung distal esofagus tetapi berada 1-2cm diatas dinding depan esofagus.
5. Atresia
esofagus dengan fistula trakheoesofagus distasasal dan proksimal
Pada kebanyakan bayi,
kelainan ini sering terlewati (misdiagnosa) dan diterapi sebagai atresia
proksimal dan fistula distal. Sebagai akibatnya infeksi saluran pernafasan
berulang, pemeriksaan yang dilakukan memperlihatkan suatu fistula dapat dilakukan
dan diperbaiki keseluruhan.
Ø Tipe-tipe
Ø Tipe A__
Atresia esophagus tanpa fistula ; atresia esophagus murni (10%)
Ø Tipe B__
Atresia esophagus dengan TEF proximal (<1%)
Ø Tipe C__
Atresia esophagus dengan TEF distal (85%)
Ø Tipe D__
Atresia esophagus dengan TEF proximal dan distal (<1%)
Ø Tipe E__ TEF
tanpa atresia esophagus ; fistula tipe H (4%)
Ø Tipe F__
Stenosis esophagus congenital tanpa atresia (<1%)
B.
ETIOLOGI
Etiologi atresia esophagus merupakan multifaktorial dan masih belum
diketahui dengan jelas. Atresia esophagus merupakan suatu kelainan bawaan pada
saluran pencernaan. Terdapat beberapa jenis atresia, tetapi yang sering
ditemukan adalah kerongkongan yang buntu dan tidak tersambung dengan
kerongkongan bagian bawah serta lambung. Atresia esophagus dan fistula
ditemukan pada 2-3 dari 10.000 bayi.
Hingga saat ini, teratogen penyebab kelainan ini masih belum diketahui.
Terdapat laporan yang menghubungkan atresia esophagus dalam keluarga.juga
dihubunterdapat 2% resiko apabila saudara telah terkena kelainan ini. Kelainan
ini juga dihubungkan dengan trisomi 21, 13, 18. Angka kejadian pada anak
kembar dinyatakan 6x lebih banyak dibanding bukan kembar.
C. PATOFISIOLOGI
Motilitas dari esophagus selalu dipengaruhi pada atresia esophagus.
Gangguan peristaltic esophagus biasanya paling sering dialami pada bagian esophagus
distal. Janin dengan atresia tidak dapat dengan efektif menelan cairan amnion.
Sedangkan pada atresia esophagus dengan fistula trkeoesofageal distal, cairan
amnion masuk melaalui trakea kedalam usus. Polihydramnion bisa terjadi akibat
perubahan dari sirkulasi amnion pada janin.
Neonates dengan atresia tidak dapat menelan dan akan mengeluarkan banyak
sekali air liur atau saliva. Aspirasi dari saliva atau air susu dapat
menyebabkan aspirasi pneumonia. Pada atresia dengan distal TEF, sekresi dengan gaster
dapat masuk keparu-paru dan sebaliknya, udara juga dapat bebas masuk dalam
saluran pencernaan saat bayi menangis ataupun mendapat ventilasi bantuan.
Keadaan-keadaan ini bisa menyebabkan perforasi akut gaster yang fatal.
Diketahui bahwa bagian esophagus distal tidak menghasilkan peristaltic dan ini
bisa menyebabkan disfagia setelah perbaikan esophagus dan dapat menimbulkan
reflux gastroesofageal.
Trakea juga dipengaruhi akibat gangguan terbentuknya atresia esophagus.
Trakea abnormal, terdiri dari berkurangnya tulang rawan trakea dan bertambahnya
ukuran otot tranversal pada posterior trakea. Dinding trakea lemah sehingga
mengganggu kemampuan bayi untuk batuk yang akan mengarah pada munculnya
pneumonia yang bisa berulang-ulang. Trakea juga dapat kolaps bila diberikan
makanana atupun air susu dan ini akan menyebabkan pernapasan yang tidak
efektif, hipoksia atau bahkan bisa menjadi apneu.
D.
DIAGNOSIS
1. Diagnosis klinis
Bayi dengan sekresi air liur dan ingus yang sering dan banyak harus
diasumsikan menderita atresia esophagus sampai terbkti tidak ada. Diagnosis
dibuat dengan memasukkan kateter/NGT ke dalam mulut, berakir pada sekitar 10 cm
dari pangkal gusi. Kegagalan untuk memasukan kateter ke lambung menandakan
adanya atresia esophagus. Ukuran kateter yang lebih kecil bisa melilit di
kantong proximal sehingga bisa membuat kesalahan diagnosis adanya kontinuitas
esophagus. Radiografi dapat membuktikan kepastian bahwa selang tidak
tidak mencapai lambung. Selang tidak boleh dimasukkan dari hidung
karena dapat merusak saluran napas atas. Dalam kedokteran modern, diagnosis
dengan menunggu bayi tersedak atau batuk pada pemberian makan pertama
sekali, tidak disetujui lagi.
2. Diagnosis Anatomis
Tindakan penanganan tergantung dari variasi anatomi. Penting untuk mengetaui
apakah ada fistula pada satu atau kedua segmen esophagus. Juga penting untuk
mengetahui jarak antara kedua ujung esophagus. Bila tidak ada fistula distal,
pada foto thorax dengan selang yang dimasukkan melalui mulut akan menunjukan
segmen atas esophagus berakhir diatas medistinum. Dari posisi lateral dapat
dilihat adanya fistula dan udara di esophagus distal. Dari percabangan trakea
bisa dilihat letak dari fistula.
Tidak adanya udara atau gas pada abdomen menunjukkan adanya suatu atresia
tanpa disertai fistula atau atresia dengan fistula trrakeosofageal proximal
saja. Jika didapati ujung kantong esophagus proximal, bisa diasumsikan bahwa
ini adalah atresia esophagus tanpa fistula. Adanya udara atau gas pada lambung
dan usus menunjukan adanya fistula trakeoesofageal distal.
Pada bayi dengan H-Fistula (Gross Tipe E) agak berbeda karena esophagus
utuh. Anak dapat menelan, tetapi dapat tersedak dan batuk saat makan. Bila
udara keluar daro fistula dan masuk kesaluran pencernaan akan menimbulkan
distensi abdomen, selain itu, aspirasi makanan yang berulang akan
menyebabkan infekasi saluran pernapasan . diagnosis dapat diketahui dengan
endoskopi atau penggunaan kontras.
3. Diagnosis
Banding
1.
Pilorospasme,
yang gejalanya akan hilang setelah anak diberi spasmolitikum.
2. Prolaps
mukosa lambung.
Tindakan ;
anak disiapkan untuk operasi pyloromyotomi cara fredet-ramstedt. Operasi ini
mudah dan memberikan penyembuhan yang memuaskan.
E. KOMPLIKASI
1. Komplikasi dini, mencakup:
Kebocoran
anastomosis
Terjadi 15-20% dari kasus. Penanganan dengan cara
dilakukan thoracostomy sambil suction terus menerus dan menunggu
penyembuhan dan penutupan anastomisis secara spontan, atau dengan melakukan
tindakan bedah darurat untuk menutup kebocoran.
Ø Striktur
anastomisis
Terjadi pada 30-40% kasus. Penanganannya ialah dengan
melebarkan striktur yang ada secara endoskopi.
Ø Fistula
rekuren
Terjadi pada 5-14% kasus.
2. Komplikasi lanjut, mencakup:
Ø Reflux
gastroesofageal
Terjadi 40% kasus. Penanganannya mencakup medikamentosa
dan fundoplication, yaitu tindakan bedah dimana bagian atas lambung dibungkus
ke sekitar bagian bawah esophagus.
Ø Trakeomalasia
Terjadi pada 10% kasus. Penanganannya ialah dengan
melakukan manipulasi terhadap aorta untuk memberika ruangan bagi trakea agar
dapat mengembang.
Ø Dismotility
Esofagus
Terjadi akibat kontraksi esophagus yang terganggu.
Pasien disarankan untuk makan diselingin dengan minum.
F. MANIFESTASI
Manifestasi
klinik pada neonatus dengan atresia esofagus antara lain :
1.
Hipersekresi cairan dari mulut
2.
Gangguan menelan makanan (tersedak,batuk)
G. PERAWATAN
A. Tindakan
Sebelum Operasi
1. Atresia
esophagus ditangani dengan tindakan bedah. Persiapan operasi untuk bayi baru
lahir mulai umur 1 hari antara lain :
Ø Cairan
intravena mengandung glukosa untuk kebutuhan nutrisi bayi.
Pemberian antibiotic broad-spectrum secara intra vena.
Ø Suhu bayi
dijaga agar selalu hangat dengan menggunakan incubator, spine dengan posisi
fowler, kepala diangkat sekitar 45o.
Ø NGT
dimasukkan secara oral dan dilakukan suction rutin.
2. Monitor
vital signs.
Pada bayi premature dengan kesulitan benapas,
diperlukan perhatian khusus. Jelas diperlukan pemasangan endotracheal tube dan
ventilator mekanik. Sebagai tambahan, ada resiko terjadinya distensi berlebihan
ataupun rupture lambung apabila udara respirasi masuk kedalam lambung melalui
fistula karena adanya resistensi pulmonal. Keadaan ini dapat diminimalisasi
dengan memasukkan ujung endotracheal tube sampai kepintu masuk fistula dan
dengan memberikan ventilasi dengan tekanan rendah.Echochardiography atau
pemerikksaan EKG pada bayi dengan atresia esophagus penting untuk dilakukan
agar segera dapat mengetahui apabila terdapat adanya kelainan kardiovaskular
yang memerlukan penanganan segera.
B. Tindakan
Selama Operasi
Pada umumnya operasi perbaikan
atresia esophagus tidak dianggap sebagai hal yang darurat. Tetapi satu
pengecualian ialah bila bayi premature dengan gangguan respiratorik yang
memerlukan dukungan ventilatorik. Udara pernapasan yang keluar melalui distal
fistula akan menimbulkan distensi lambung yang akan mengganggu fungsi
pernapasan. Distensi lambung yang terus-menerus kemudian bisa menyebabkan
rupture dari lambung sehingga mengakibatkan tension pneumoperitoneum yang akan
lebih lagi memperberat fungsi pernapasan.
Pada keadaan diatas, maka tindakan pilihan yang
dianjurkan ialah dengan melakukan ligasi terhadap fistula trakeaesofageal dan
menunda tindakan thoratocomi sampai masalah ganggua respiratorik pada bayi
benr-benar teratasi. Targetnya ialah operasi dilakukan 8-10 hari kemuudian
untuk memisahkan fistula dari memperbaiki esophagus. Pada prinsipnya tindakan
operasi dilakukan untuk memperbaiki abnormalitas anatomi. Tindakan operasi dari
atresia esophagus mencakup. Operasi dilaksanakan dalam general endotracheal
anesthesia dengan akses vaskuler yang baik dan menggunakan ventilator dengan
tekanan yang cukup sehingga tidak menybabkan distensi lambung
Ø Bronkoskopi
pra-operatif berguuna untuk mengidentifikasi dan mengetahui lokasi fistula.
1. Posisi bayi
ditidurkan pada sisi kiri dengan tangan kanan diangkat di depan dada untuk
dilaksanakan right posterolateral thoracotomy. Pada H-fistula, operasi
dilakukan melalui leher karena hanya memisahkan fistula tanpa memperbaiiki
esophagus.
2. Operasi
dilaksanakan thoracotomy, dimana fistula ditutup dengan cara diikat dan dijahit
kemudian dibuat anastomisis esophageal antara kedua ujung proximal dan distal
dan esophagus.
3. Pada atresia
esofagus dengan fistula trakeoesofageal, hamppir selalu jarak antara esofagus
proksimal dan distal dapat disambung langsung ini disebut dengan primary
repairyaitu apabila jarak kedua ujung esofagus dibawah 2 ruas vertebra. Bila
jaraknya 3,6 ruas vertebra, dilakukan delaved primary repair. Operasi ditunda
paling lama 12 minggu, sambil dilakukan cuction rutin dan pemberian makanan
melalui gstrostomy, maka jarak kedua ujung esofagus akan menyempit kemudian
dilakukan primary repair. Apabiila jarak kedua ujung esofagus lebih dari 6 ruas
vertebra, maka dijoba dilakukan tindakan diatas, apabila tidak bisa juga
makaesofagus disambung dengan menggunakan sebagai kolon.
C. Tindakan
Setelah Operasi
Pasca Operasi pasien diventilasi selama 5 hari.
Suction harus dilakukan secara rutin. Selang kateter untuk suction harus
ditandai agar tidak masuk terlalu dalam dan mengenai bekas operasi tempat
anastomisis agar tidak menimbulkan kerusakan. Setelah hari ke-3 bisa dimasukkan
NGT untuk pemberian makanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar